Oleh : Wina Risman
Coba tanya suami masing-masing, atau anda yang bergelar ayah: dulu waktu kecil main apa? Gundu? Sepeda? Layang-layang? atau bola di lapangan luas? Jam berapa disuruh pulang? Maghrib kan?Ditemenin main nggak sama ayahnya?
Pasti nggak. Kalaupun ada ayah dan para suami yang cerita kecilnya berbeda dengan di atas, nggak banyaklah. Rata rata anak laki-laki jaman kemaren mah, puas main daaan… tidak ditemani oleh ayahnya.
Lalu, apa yang terjadi dengan zaman sekarang? Anak-anak tidak lagi bisa bermain bebas di luar ( kalaupun ada, sangat sedikit jumlahnya ), karena ancaman penculikan, narkoba, pornogafi dan sexual predator dan lain-lainnya. Bahkan ada anak yang sudahlah hanya bermain di beranda rumahnya pun, hampir diculik juga. Jadi? Anak terkerangkeng di dalam rumah, sibuk dengan urusan sekolah dan berbagai macam les untuk mengisi harinya. Dijauhkan semaksimal mungkin dari layar dan gadget, dan diperhatikan? minimal! Karena orang tua sibuk juga. Sibuk bekerja, mengurus rumah tangga, antar jemput sekolah, menyediakan makanan dan membersihkan rumah. Lalu, pendampingan bermain atau ngobrol ringan? Bagi sebagian orang, bahkan harus di schedulekan, minimal 3 jam sehari, dari jam sekian sampai jam sekian.
Dilemanya dimana?
Sebagai seorang ibu rumah tangga, saya hanya bisa melihat dari sisi sebelah saya saja, dan begitulah fairnya. Saya yang sudah disibukkan dengan segala macam urusan rumah tangga yang tidak pernah habis-habisnya, sehari-hari hanya bisa mengharapkan, jika weekend datang, atau ada waktu luang, ayah ajaklah anak anak bermain. Bukan saja supaya saya bisa nafas sejenak, tapi cukup untuk bisa bekerja dengan tenang tanpa mendengar tangisan atau rengekkan, meleraikan yang berantem, mengatur waktu nonton dan mandi, de-el-el de-el-el.
Saya pengen, bisa nyuci piring dengan hening. Lipat baju sambil nonton berita, bersihkan meja lalu minum teh. Menurut saya juga, anak anak ini juga sudah kebanyakan mendapat ‘peran emak’ dan masih SANGAT kurang mendapat ‘peran ayah’ walau saya tahu suami sudah berusaha maksimal. Karena hampir 24 jam ‘nempel’nya ke saya terus. Oleh sebab itu, jika datang weekend atau libur, atau juga menjelang waktu menidurkan anak, saya secara serius menyemengati sang ayah untuk gantian.
Terutama jika weekend, ajarin main sepeda kek, main bola.. lari di lapangan, betulin mobil de el el dll.
Saya lupa!
Bahwa generasi suami saya, tidak bermain dengan ayahnya. Mereka adalah generasi yang sibuk dengan permainan fisik. Sangat terbatas ‘bersentuhan’ dengan figur ayah. Ayah di mata mereka, adalah yang mencari nafkah, berangkat pagi, pulang sore.
Buka kaus kaki, ganti baju, baca koran dan ngopi. Gitulah kurang lebih.
Lalu, darimana sekarang mereka diharuskan bisa menjadi ayah yang menemani anak bermain? Role modelnya nggak pernah ada! Nggak ada siapa untuk ditiru! Yang ada bebelan istrinya yang terkadang tidak sanggup untuk tidak membandingkan saking keselnya.
Oleh sebab itu, artikel ini sekedar mengingatkan.. untuk para ibu/istri, bersabarlah dalam mengajak suami untuk ikut serta dan pro aktif menemani anak bermain. Sadarlah, bukan suatu yang mudah memulai sesuatu yang tidak ada contohnya. Ibaratnya, kalau kita mau bikin lemari, tapi nggak ada buku instruksi atau video di yutub, pasti akan repot sekali..
Bersabarlah dan terus semangati. Walau susah, coba cari jalan positif untuk menyemangati, misalnya, ajak beli bola di toko olahraga sambil dating nonton berdua, jumat malam. Jadi sabtu paginya, tinggal diingetin..’jadi ajak anak main bola nggak hari ini?’
Untuk para ayah: saya tahu ini tidak mudah, tapi bukan tidak mungkin. Zaman sudah berubah, anak-anak tidak lagi bisa bermain bebas di luar tanpa pengawasan. Mereka memerlukan waktumu, bimbinganmu, pendampinganmu dalam mengisi waktunya. Mengertilah bahwa istri sudah cukup penuh waktunya untuk mengurus urusan rumah tangga sehari-harinya. Memang tidak mudah, tapi bisa dimulai dan dicoba. Walau tidak banyak yang bisa dijadikan contoh.
Jadilah ayah yang kelak meninggalkan kenangan manis, ketika mereka beranjak jauh dari rumah. Ini cuma sebentar, pasti berlalu. Percayalah. Dan ketika waktu itu habis, engkau boleh kembali ke layar handphonemu, memainkan game mu, kumpul dengan teman -teman atau sekedar melanjutkan hobi yang sudah lama ditinggalkan.
Time is running fast. Hold each other’s hand. Feel each other pain. Syurga tidak murah, tapi bukan tidak mungkin.
Bukankah menjadi suatu impian kita untuk masuk ke dalam syurga-NYA, disambut oleh seorang ayah yang terbaik walaupun ia tidak pernah merasakan kasih sayang ayahnya; baginda mulia Rasulullah saw.
Doa kami untuk para ayah; teruslah berjuang untuk dekat dengan sang buah hati, walau terkadang ada jarak yang susah untuk dilampaui. Percayalah, bahwa anak -anak zaman ini, teramat sangat membutuhkanmu menemani mereka agar mampu tumbuh menjadi insan madani.
Pesan untuk para ibu: sabar ya bu! Semua perlu waktu, tidak semudah membalikkan telapak tangan atau memasang kancing baju.
(fauziya/muslimahzone.com)
loading...
loading...